Puisi :
Penyapu
Penyapu yang ku kenali dulu
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali dulu
dikenderai ahli-ahli sihir
menuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kini
menggiring satu wawasan
pembersihan kawasan
memartabat suatu daulah
pembersihan minda dan akal
menuju satu destinasi....
Analisis Puisi :
A.Unsur Intrinsik
- Tipografi
Peranan tipografi dalam puisi selain untuk menampilkan aspek artistik visual, juga berperanan dalam rangka menciptakan nuansa makna dan suasana tertetentu, selain itu, tipografi juga berperan dalam menunjukkan adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyairnya.
MenurutDr. Herman J. Waluyo (1987:97). Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama, larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait, baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian eksistensi sebuah puisi.
Dalam puisi – puisi kontemporer karya DIAN SASTRO yang salah satunya berjudul “Penyapu”, tipografinya dipandang begitu penting, sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.
Sebagai contoh penggalan puisi DIAN SASTRO menulis tipografinya sebagai berikut:
PENYAPU
Penyapu yang ku kenali dulu
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali dulu
dikenderai ahli-ahli sihir
menuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kini
menggiring satu wawasan
pembersihan kawasan
memartabat suatu daulah
pembersihan minda dan akal
menuju satu destinasi....
Dari tipografinya nampak jelas bahwa bentuk karangan diatas adalah puisi. Tema yang diungkapkan juga menunjukkan struktur tematik puisi, karena tulisan diatas tidak menunjukkan uraian yang berkesinambungan seperti didalam prosa. Baris-baris yang diciptakan bukan kesatuan sintaktik, namun baris-baris yang intens (terkonsentrasikan). Sehingga ketika membaca puisi tersebut akan timbul pertanyaan dalam hati kita
Contoh pusi A.Mustofa Bisri tersebut menunjukkan bahwa semua unsur puisi dikosentrasikan untuk menyatakan maksud penyair yakni kebesaran cinta seorang ibu kepada anaknya, pemilihan kata, bunyi, kiasan, dan sebagainya diabdikan untuk kepentingan perwujudan makna tersebut.
- Diksi
Menurut Dr. J.Waluyo (1987 : 72). Diksi merupakan pemilihan kata yangmana penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu ditengah konteks kata lainya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Disamping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut, kata-kata diberi makna baru dan yang tidak bermakna diberi makna menurut kehendak penyair.
Ketepatan pemilihan dan penggunaan kata tersebut meliputi ketepatan makna, ketepatan bentuk, ketepatan bunyi, dan ketepatan penempatan dalam urutan. Kesemuanya itu harus merupakan suatu paduan yang pas dan harmonis.
Berikut ini contoh salah satu baris puisi DIAN SASTRO yang berjudul “Penyapu ”
Penyapu yang ku kenali duluPenggantian urutan kata dan penggantian kata-kata akan merusak konstruksi puisi itu sehingga kehilangan daya ghaib yang ada dalam puisi, dan kata-kata dalam puisi itu bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu, kata – katanya juga dipilih yang puitis artinya mempunyai efek keindahan dan berbeda dari kata-kata yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari, dengan pemilian kata yang cermat ini, orang akan langsung tahu bahwa yang dihadapi itu puisi setelah membaca kata-kata yang dibacanya itu kata-kata yang tepat untuk puisi. Selanjutnya akan dibahas perbendaharaan kata, ungkapan, urutan kata-kata, dan daya sugesti dari kata-kata.
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
- Majas
Diatas telah dinyatakan bahwa bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang. Pengiasan disebut juga simile atau persamaan, karena membandingkan/menyamakan sesuatu hal dengan hal lain. Dalam pelambangan sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Untuk memahami bahasa figuratif ini. Pembaca harus menafsiran kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik lambang yang konvensional maupun yang nonkonvensional.
Gaya Bahasa yang dikemukakan oleh Prof. Dr. H.G. Tarigan bahwa gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Kiasan (Gaya Bahasa) kiasan yang dimaksud di sini mempunyai makna lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Dalam gaya bahasa, suatu hal dibandingkan dengan hal lainya. Seperti telah dijelaskan tujuan penggunaan kiasan ialah untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi. (Dr.Herman J.Waluyo, 1987 : 83)
Banyak kita jumpai kiasan tradisional yang kita sebut gaya bahasa. Penyair modern membuat kiasan yang baru dan tidak menggunakan kiasan-kiasan lama yang sudah ada. Dalam bagian ini akan dibicarakan metafora (kiasan langsung), persamaan (kiasan tidak langsung), personifikasi, hiperbola (Overstatement), suphemisme (understatement), sinekdoce, dan ironi.
Pada puisi “Penyapu” DIAN SASTRO telah mengkiaskannya dalam majas depersonifikasi.
Depersonifikasi adalah jenis gaya bahasa perbandingan yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Jadi di sini perbandingan dibalikkan, tidak seperti personifikasi. Biasanya gaya bahasa ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang memanfaatkan kata-kata.
Contoh :
Penyapu yang ku kenali duluHal ini digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa dan keadaan itu, yangmana seorang anak disini didepersonifikasikan sebagai cahaya.
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
- Makna
Kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada aturan logis sebuah kalimat, namun tunduk pada ritma larik puisi. Hal ini disebabkan karena kesatuan kata-kata itu bukanlah kalimat akan tetapi lark-larik puisi itu. Kata-kata tidak terikat oleh struktur kalimat dan lebih terikat pada larik-larik puisi. Dalam larik-larik puisi yang lebih pendek, kesatuan kata atau kata-kata yang mandiri membentuk makna puisi. (Dr. Herman J.Waluyo, 1987:103)
Bahasa figuratif, pengimajian, kata konkret, dan diksi khas dari penyair menyebabkan pembaca puisi harus mencari makna yang hendak disampaikan penyair dengan cara lebih sulit daripada makna di dalam bahasa prosa. Pengetahuan tentang latar belakang penyair akan mempermudah mengungkapkan makna yang bersifat khas itu.
Lima kode bahasa menurut Rolland Barthes dapat membantu pembaca memahami makna karya sastra. Kode-kode itu melatarbelakangi makna karya sastra. Meskipun pandangannya itu diterapkan untuk prosa, namun prinsip-prinsipnya dapat digunakan untuk puisi juga. Lima kodeitu, ialah:
1. Kodehermeneutik (penafsiran)
Dalam puisi, makna yang hendak disampaikan tersembunyi, menimbulkan tanda tanya bagi pembaca. Tanda tanya itu menyebabkan daya tarik karena pembaca penasaran ingin mengetahui jawabanya. Misalnya, dalam puisi “Penyapu”, pembaca akan bertanya apa maksud penyair dengan judul itu? Apa makna Penyapu. Penyapu yang bagaimana dan untuk siapa. Dengan latar belakang pengetahuan yang cukup tentang bahasa sastra, pembaca akan mampu menafsirkan makna puisi itu. Begitu pula menghadapi baris-baris/baitnya seperti:
Penyapu yang ku kenali duluSiapakah nama itu? Kenapa si anak gelepotan lumpur dan darah? Sia-sia yang bagaimana? Apa maksud sebelum semuanya terpaku kaku?
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali dulu
dikenderai ahli-ahli sihir
menuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kini
menggiring satu wawasan
pembersihan kawasan
memartabat suatu daulah
pembersihan minda dan akal
menuju satu destinasi....
2. Kode proatretik (perbuatan)
Dalam karya sastra perbuatan atau gerak atau alur pikiran penyair merupakan rentetan yang membentuk garis linear. Pembaca dapat menelusuri gerak batin dan pikiran penyair melalui perkembangan pemikiran yang linear itu. Baris demi baris membentuk bait. Bait pertama dan kedua serta seterusnya merupakan gerak berkesinambungan. Gagasan yang tersusun merupakan gagasan runtut. Jika dipelajari dengan seksama, maka kita akan menemukan kesamaan gerak batin penyair yang sama dalam berbagai puisinya. Ciri khas itu akan nampak karena seorang penyair mempunyai metode yang hampir sama dalam proses penciptaan puisi. Sulit kiranyan seorang penyair mengubah teknik pengucapan puisi yang sudah dimilikinya. Seperti halnya dalam puisi “Penyapu”karya: Dian Sastro sebagai berikut:
Penyapu yang ku kenali duluDari contoh puisi diatas jika diperhatikan dengan seksama, maka akan dapat kita temukan sesuatu gerak batin penyair dalam hidupnya
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali dulu
dikenderai ahli-ahli sihir
menuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kini
menggiring satu wawasan
pembersihan kawasan
memartabat suatu daulah
pembersihan minda dan akal
menuju satu destinasi....
3. Kode semantik (sememe)
Makna yang kita tafsirkan dalam puisi adalah makna konotatif. Bahasa kias banyak kita jumpai. Sebab itu, menafsirkan puisi berbeda dengan menafsirkan prosa. Menghadapi bentuk puisi, pembaca sudah harus bersiap-siap untuk memahami bahasanya yang khas. Misalnya dalam menafsirkan makna sebuah bait puisi DIAN SASTRO “Penyapu” ini :
Penyapu yang ku kenali duluMenghadapi kata-kata durhaka, sekarat, gelap dan pucat, cahaya, dosa-dosamu, namaNya, lumpur dan darah, sia-sia, terpaku, serta kaku, dari sini dapat dilihat bahwa yang dikemukakan penyair bukan makna harfiah. Ada kias lambang sebagai semantik bahasa puisi. Sebagai contoh, penyair mengungkapkan kata /seorang ibu mendekap anaknya yang durhaka saat sekarat/ maksudnya adalah seorang ibu yang dengan sayangnya mendekap anaknya saat nyawanya diujung tanduk meski anaknya durhaka. /airmatanya menetes-netes di wajah yang gelapdan pucat/ maksudnya adalah seorang ibu yang menangis dengan meneteskan airmata di dalam kesedihan dan kedukaan. /anaknya yang sejak di rahim diharap-harapkan menjadi cahaya/ maksudnya adalah seoarang ibu yang sangat mengharapkan anaknya menjadi sosok yang baik yang dapat memberikan sinar kebahagiaan dan bisa menjadi pelindungnya. /anakku jangan risaukan dosa-dosamu kepadaku/ maksudnya adalah janganlah kamu berfikir tentang semua kesalahan yang kamu perbuat pada ibu. /sebutlah namaNya/ maksudnya adalah disini kata namaNya terdapat sufiks –Nya sehingga nama tersebut ditujukan kepada dia Tuhan sang pencipta alam semesta. /mulut gelepotan lumpur dandarah/ maksudnya adalah mulut yang penuh dengan kotoran lumpur dan darah karena luka akibat suatu kejadian.. Kata /terdengar desis mirip upaya sia-sia/ maksudnya adalah berusaha berkata dengan suara pelan/bisikan akan tetapi semua itu sia-sia (percuma). /sebelum semuanya terpaku,kaku/ maksudnya adalah sebelum nafas dan darah yang mengalir ditubuh itu berhenti dan mati.
adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....
Penyapu yang ku kenali dulu
dikenderai ahli-ahli sihir
menuju destinasi.....
Penyapu yang kukenali kini
menggiring satu wawasan
pembersihan kawasan
memartabat suatu daulah
pembersihan minda dan akal
menuju satu destinasi....
4. Kode Simbolik
Kode semantik berhubungan dengan kode simbolik; hanya kode semantik lebih luas. Kode simbolik lebih mengarah pada kode bahasa sastra yang mengungkapkan/melambangkan suatu hal dengan hal lain. Makna lambang banyak kita jumpai dalam puisi. Peristiw-peristiwa yang dilukiskan dalam puisi belum tentu bermaksud hanya untuk bercerita, namun mungkin merupakan lambang suatu kejadian. Bahkan mungkin merupakan lambang kejadian yang akan datang. Misalnya, puisi “Penyapu” merupakan lambang dari kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Secara khusus, kata-kata dalam puisi tersebut merupakan suatu lukisan peristiwa yang dialami seorang ibu yang penyabar, pemaaf terhadap seorang anak yang durhaka, seperti halnya cerita rakyat “Malin Kundang” telah menjadi lambang anak durhaka dalam dongeng dunia.
5. Kode budaya
Pemahaman suatu bahasa akan lengkap jika kita memahami kode budaya dari bahasa itu. Banyak kata-kata dan ungkapan yang sulit dipahami secara tepat dan langsung jika kita tidak memahami latar belakang kebudayaan dari bahasa itu. Memahami bahasa dieperlukan “cultural understanding” dari pembaca. Misalnya “ Penyapu” dalam puisi DIAN SASTRO kata Penyapu sebenarnya mudah sekali diterjemahkan dalam bahasa Inggris akan tetapi karena sistem budaya yang ada di Indonesia sehingga kata tersebut tidak boleh dirubah. Kata tersebut telah mewakili suatu makna dalam budaya di Indonesia.
B. Unsur Ekstrinsik
- Biografi Dian Sastro
Dian Paramitha Sastrowardoyo, atau lebih dikenal di kalangan masyarakat dengan nama Dian Sastro merupakan putri pasangan Ariawan Rusdianto Sastrowardoyo dan Dewi Parwati Setyorini, sekaligus dian sastrowardoyo merupakan cucu dari tokoh pergerakan nasional Prof Mr Sunario Sastrowardoyo. Dian memulaikarirnya di dunia hiburan tanah air dengan menjadi juara 1 di ajang GADIS sampul pada tahun 1996. Setelah itu karirnya menanjak dengan membintangi film pertamanya garapan Rudi sujarwo, yaitu Bintang Jatuh (2000). Pada film perdananya ini tidak ditayangkan di bioskop melainkan hanyadiedarkan indie di kampus-kampus dan sekitarnya. Setelah itu pada tahun 2001 dian membintangi film keduanya yang berjudul pasir berbisik, di sini dian beradu akting dengan beberapa artis papan atas diantarnya Marcella Zalianty, Garry Iskak, dan IndraBirowo. Di film ke 3 nyaini yang mengangkat namanya juga mengangkat dunia perfilman Indonesia yaitu AADC, film ini merupakan fenomena baru dalam dunia perfilman masa itu karena film ini digandrungi banyak orang. Film ini dian beradu akting dengan aktor tampan Nicholas Saputra.
analisisnya sangat bagus meng inspirasi bagi generasi yang sekarang tidak lagi peduli sastra good job bro
ReplyDelete