Analisis Puisi Afrika Selatan karya Subagio Sartrowardjojo

AFRIKA SELATAN

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Diamku di batu-batu pinggir kota
di gubug-gubug penuh nyamuk
di rawa-rawa berasap.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.
Karya : Subagio Sartrowardjojo
A. Unsur Intrinsik
  • Diksi
Subagio Sastrowardjojo menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa sehari-hari. Hal ini disebabkan bahasa sehari-hari belum cukup melukisakan apa yang dirasakannya.
Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
Penyair memilih kata ‘bukan tempatku berdiam’ yang artinya sama dengan ‘aku tidak pantas di surga’. Tetapi penyair memilih kata-katanya dengan tepat. Dalam bait tersebut terpancar sikap dan rasa hormat penyair yang menghormati kaum kulit hitam. Selain itu pemilihan kata yang tepat oleh penyair dapat dilihat pada bait pertama.

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga
Penyair memilih kalimat ‘Kristos pengasih putih wajah’ bukan ‘Kristos menyayangi orang berwwajah putih. Dan juga, ‘Dan ramai berarak ke sorga’ seolah-olah hanya berwajah putih yang boleh masuk ke surga dan surga adalah milik mereka.

Selain itu, dalam puisi ‘Afrika Selatan’ pengarang juga mempergunakan kata- kata bahasa daerah. Misalnya dalam puisi tersebut kata sepur.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
  • Majas
Majas yang digunakan penyair dalam puisi ‘Afrika Selatan’ tersebut bermacam-macam. Dalam tulisan ini diuraikan mengenai majas-majas yang digunakan dalam puisi Subagio Sastrowardjojo.

Di dalam puisi tersebut terdapat Majas Perbandingan atau Simile.

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Selanjutnya, puisi ‘Afrika Selatan’ ini menggunakan Majas Metafora.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Dalam puisi Subagio tersebut, aku dipersamakan dengan bumi lata, iblis laknat, dosa melekat, dan sampah di tengah jalan.

  • Citraan
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery).
Di dalam puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo, terdapat beberapa pencitraan. Diantaranya citraan penglihatan seperti dibawah ini.

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.
Selain itu, juga terdapat citraan pendengaran di dalam puisi tersebut.
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga
Terdapat juga citraan gerak dalam puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo.
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak
Selanjutnya, puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Hal tersebut, disebut dengan citraan perasaan. Di dalam puisi ‘Afrika Selatan’ penyair juga menuangkan perasaan yang dapat dilihat dalam bait-bait dibawah ini.
Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.


Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.
  • Tema
Puisi “Afrika Selatan” karya Subagio Sastrowardjojo diatas mengungkapkan tema tentang diskriminasi atau ketidakadilan. Pertama, diksi atau pemilihan kata dalam puisi tersebut sangat kental terhadap diskriminasi kaum kulit putih terhadap bangsa Afrika Selatan yang berkulit hitam. Kata-kata yang mendukung tema, misalnya: Tapi, Tidak, Diam, Berdiam, Sampah. Hal itu juga terlihat pada bait 3 dan 4.
Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.
Pada bait itu dapat dilihat diskriminasi orang kulit putih yang membawa ajaran agama Kristen atau katholik, ajaran cinta kasih Yesus Kristus. Tetapi mereka bangsa kulit putih yang menduduki Afrika Selatan dan menguasai pertambangan mereka tetapi orang kulit putih bertindak semena-mena terhadap mereka. Dapat dilihat pada bait ke- 6.
Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak
  • Amanat
Amanat yang ingin disampaikan sang penyair pada puisi ‘Afrika Selatan’karya Subagio Sastrowardjojo yaitu terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan YME di dunia ini kita sama sekali tidak diperkenankan untuk bertindak semena-mena. Kita seharusnya menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang pada hakekatnya milik semua manusia di muka bumi ini tanpa terkecuali. Tidak melakukan diskriminasi terhadap golongan, ras, warna kulit, dan agama tertentu. Karena pada dasarnya semua mahluk hidup di dunia ini adalah sama.

B. Analisi Unsur Ekstrinsik

  • Biografi
Nama Lengkap : Soebagio Sastrowardoyo
Profesi : -
Tempat Lahir : Madiun, Jawa Timur
Tanggal Lahir : Rabu, 1 Februari 1984
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia

Subagio Sastrowardoyo adalah seorang dosen, penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus sastra asal Indonesia. Subagio dilahirkan oleh ayah seorang pensiunan Wedana Distrik Uteran, Madiun, yang bernama Sutejo dan ibunya yang bernama Soejati. Subagio menikah dan dikaruniai tiga orang anak. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan penerbitan Balai Pustaka.

Dalam sastra Indonesia, Subagio lebih dikenal sebagai penyair meskipun tulisannya tidak terbatas pada puisi. Nama Subagio dicatat pertama kali dalam dunia perpuisian Indonesia ketika kumpulan puisinya, Simphoni, terbit tahun 1957 di Yogyakarta. Kreativitas Subagio tidak terbatas sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan cerpenis. Bahkan cerpennya yang berjudul Kejantanan di Sumbing pernah mendapatkan hadiah sebagai cerpen terbaik.

Dalam cerpen dan sajak-sajaknya, Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang oleh nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba mempertahankan kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat naluriahnya. Puisi-puisi Subagio dinilai mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam serta tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang dalam puisinya digunakannya secara dewasa dan matang. Sementara esai-esainya banyak menyelami latar persoalan manusia Indonesia sekarang secara jujur dan tajam.

Subagio meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1996 di usia 72 tahun.

PENDIDIKAN

  1. HIS, Bandung dan Jakarta
  2. HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta
  3. Fakultas Sastra UGM, selesai tahun 1958
  4. Department of Comparative Literature, Universitas Yale, tahun 1961-1966
KARIR
  1. Ketua Jurusan Bahasa Indonesia B-1 di Yogyakarta (1954-1958)
  2. Dosen Fakultas Sastra, UGM (1958-1961)
  3. Mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung (1966-1971)
  4. Mengajar di Salisbury Teacherrs College, Australia Selatan (1971-1974)
  5. Mengajar di Universitas Flinders, Australia Selatan (1974-1981)
  6. Anggota Kelompok Kerja Sosial Budaya Lemhanas dan Direktur Muda Penerbitan PN Balai Pustaka (1981)
  7. Anggota Dewan Kesenian Jakarta (1982-1984)
PENGHARGAAN
  1. Hadiah Sastra Dewan Kesenian Jakarta (1983) untuk karyanya Sastra Hindia Belanda dan Kita
  2. Hadiah Pertama dari majalah Kisah (1995) untuk cerpennya "Kedjantanan di Sumbing"
  3. Hadiah dari majalah Horison untuk puisinya "Dan Kematian pun Semakin Akrab" yang dimuat dalam majalah itu tahun 1966/1967
  4. Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970) untuk kumpulan puisinya Daerah Perbatasan
  5. Penghargaan South East Asia Write Award (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand pada tahun 1991 untuk kumpulan puisinya Simponi Dua

SHARE TO »

0 Response to "Analisis Puisi Afrika Selatan karya Subagio Sartrowardjojo"

Post a Comment

-berkomentarlah dengan baik sesuai topik
-menaruh link aktif dianggap spam