A. Unsur InstrinsikPamflet Cinta
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.Karya : W.S Rendra
- Tema
Puisi ini menggambarkan kita tentang rindu yang begitu dalam pada sosok Rendra. seperti bait sajaknya ‘aku ingin kamu, tapi kamu tidak ada’. Tak ada lagi suara yang lantang setelah burung merak pun terbang.
- Pemilhan kata (diksi)
- Pemberhendaan Kata
Dalam puisi pamflet cinta kebanyakan diksi yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang menyimpang dari kata baku, seperti kata nyamperin,kalang-kabutan, bunga-bungaan, dan nongol. - Urutan Kata
Pada tiap baris dalam setiap bait kebanyakan menggunakan objek yang didepan setelah itu baru subjek. - Daya Sugesti
Di bait pertama, Rendra mengajak pembaca untuk membayangkan datangnya seseorang. Di bait kedua membayangkan ketegangan yang sedang terjadi, akibat kekuasaan. Di bait ketiga adanya kerinduan terhadap sesorang. Dibait keempat terdapat rasa keraguan dan ketakutan. Di bait kelima ketika sepi terasa tiba-tiba teringat wajah orang yang disukai. Di bait keenam ada pertanyaan yang dilontarkkan penulis. Di bait ketujuh jawaban dari pertanyaan dan juga mengingat kenangan yang telah terjadi. Di bait kedelapan terjad pemberontakan hati karena kesepian. Di bait kesembilan mengajak untuk menghibur diri dengan cara beryanyi. Di bait kesepuluh penulis terpesona karena orang yang dirindukankan datang. Dibait kesebelas sampai ketiga belas adalah penjelasan tentang makna cinta dalam kehidupan menurut rendra.
- Pengimajian
- Kata Kongkrit
- Majas
- Perlambangan
- Rima
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Pada bait kedua rima berada di awal dan tengah
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Pada bait ketiga berada di akhir
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
dan keempat ada rima di bagian tengah.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Sama halnya dengan bait kelima yang mempunyai rima di tengah.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Di bait keenam rima berada di tengah
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
Sedangkan bait ke tujuh berada di awal.
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Di bait ke delapan rima berada di tengah dan di awal
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Pada bait kesembilan rima berada di tengah.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Di bait kesepuluh ini rima berda di awal, tengah dan akhir.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Di bait sebelas dan dua belas ini, rima berada di tengah
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
- Ritma
Ma (berhenti sejenak) nyamperin matahari dari satu sisi (merendah)
Memandang wajahmu dari segenap jurusan (merendah)
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan (naik/ meninggi)
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku (naik/ meninggi)
Aku merindui wajahmu (merendah)
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa (datar)
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja (naik/ meninggi)
Kata-kata telah dilawan dengan senjata(naik/ meninggi)
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini (merendah)
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan (naik/ meninggi)
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat (merendah)
Keamanan yang berdasarkan senjata (berhenti sejenak) dan kekuasaan adalah penindasan (naik/ meninggi)
Suatu malam aku mandi di lautan(merendah)
Sepi menjadi kaca (datar)
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit (naik/ meninggi)
Aku inginkan kamu (naik/ meninggi, berhenti sejenak) tetapi kamu tidak ada ( merendah)
Sepi menjadi kaca (datar).
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair (datar)
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan? (naik/ meninggi)
Udara penuh rasa curiga (merendah)
Tegur sapa tanpa jaminan (merendah)
Air lautan berkilat-kilat (datar)
Suara lautan adalah suara kesepian (naik/ meninggi)
Dan lalu muncul wajahmu (datar)
Kamu menjadi makna (naik/ meninggi)
Makna menjadi harapan (merendah)
Sebenarnya apakah harapan? (naik/ meninggi)
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu (merendah)
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak (naik/ meninggi)
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu (naik/meninggi)
Aku tertawa, Ma! (naik/ meninggi)
Angin menyapu rambutku (merendah)
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi (merendah)
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur (datar)
Punggungku karatan (berhenti sejenak) aku seret dari warung ke warung (merendah)
Perutku sobek (berhenti sejenak) di jalan raya yang lenggang(merendah)
Tidak (meninggi, berhenti sejenak) Aku tidak sedih dan kesepian (naik/ meninggi)
Aku menulis sajak di bordes kereta api (datar)
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu(merendah)
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar (datar)
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu (merendah)
Lalu muncullah kamu (naik/ meninggi)
Nongol dari perut matahari bunting (naik/ meninggi)
Jam dua belas seperempat siang. (naik/ meninggi)
Aku terkesima (datar)
Aku disergap kejadian tak terduga (datar)
Rahmatku turun bagai hujan (merendah)
Membuatku segar (datar)
Tapi juga menggigil bertanya-tanya (datar)
Aku jadi bego, Ma! (naik/ meninggi)
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih (naik/ meninggi)
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku (datar)
Dan sedih karena kita sering terpisah (merendah)
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita (datar)
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? (naik/ meninggi)
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak (datar)
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang (merendah)
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan (datar)
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi (merendah)
Memandang wajahmu dari segenap jurusan (merendah)
- Metrum
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
- Tipografi
B. Unsur Ekstrinsik
- Biografi Pengarang
Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Empat Kumpulan Sajak, Rick dari Corona, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan), Perjuangan Suku Naga, Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak, Rumpun Alang-alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali, Sajak Seonggok Jagung.
- Nilai Kemasyarakatan
0 Response to "Analisis Puisi Pamflet Cinta Karya W.S. Rendra"
Post a Comment
-berkomentarlah dengan baik sesuai topik
-menaruh link aktif dianggap spam