Analisis Puisi Membaca Tanda-Tanda Karya Taufik Ismail

Membaca Tanda-Tanda

Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya      

Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
                                        
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan


Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru
                                                                                                             
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Biskah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah     
Ampuni dosa-dosa kami
                                       
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukanya
Karya : Taufik Ismail
A. Unsur Intrinsik
  • Tema (sense)
Tema merupakan hal yang ingin disampaikan oleh pengarang. Tema puisi ini adalah tentang Alam. Puisi Membaca Tanda-tanda memiliki makna bahwa Taufik Ismail selaku penciptanya mengajak pembaca untuk dapat membaca gejala-gejala alam yang terjadi di sekitar kita.  Pembaca diajak untuk peka terhadap perubahan alam yang semakin lama semakin memprihatinkan keadannya.  Alam yang dulunya asri, indah dan nyaman, kini terusik dengan kerusakan akibat tangan-tangan manusia yang banyak merusak lingkungan. Taufik dalam puisi ini mencurahkan perasaannya yang merindukan lingkungan yang alami dan murni. Ia sangat menyesalkan apa yang terjadi saat ini.  Sudah banyak gejala alam yang memperingatkan manusia untuk sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Namun dengan banyaknya gejala alam ini Taufik masih mempertanyakan apakah kita (manusia) bisa membaca gejala-gejala perubahan pada alam.
  • Rasa (feeling)
Perasaan yang ditekankan pada puisi ini adalah rasa sedih karena manusia sebagai khalifah di bumi seringkali merusak alam dengan perburuan hewan, penebangan hutan, dan lain sebagainya yang menyebabkan alam kehilangan keindahannya.
  • Nada (tone)
Nada yang ditunjukan dalam puisi ini adalah menyindir. Nada menyindir ini muncul karena, rasa sedih dan kecewa penyair yang menyadari kelalaian manusia mejaga alam sehingga alam mulai kehilangan keindahannya.
  • Amanat (intention)
Dalam puisi ini amanat yang disampaikan oleh penyair adalah bahwa kita sebagai khalifah di bumi harus mencintai dan menjaga alersahabat dengan manusia.
  • Diksi
Puisi adalah salah satu karya sastra yang mengandalkan keindahan kata-kata untuk memunculkan kesan estetisnya.  Dalam memainkan kata-kata, yang menjadi ujung tombaknya adalah diksi atau pemilihan kata oleh penyairnya. Diksi digunakan oleh penyair untuk mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya.  Penyair harus benar-benar tepat memilih kata jika ingin mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya tersebut.

Taufik Ismail dalam puisinya Membaca Tanda-tanda banyak menyindir manusia sebagai khalifah di bumi yang masih saja merusak alam dengan perburuan hewan, penebangan hutan, dan lain sebagainya yang menyebabkan alam kehilangan keindahannya.  Taufik mengunakan diksi ‘kehilangan’ pada bait keempat untuk menggambarkan hilangnya keindahan alam.  Taufik pun banyak menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan alam seperti udara, danau, burung, hutan, gunung dan lain sebagainya untuk menyesuaikan puisinya dengan tema alam.  Selain itu ia memilih kata-kata seperti longsor, banjir, gempa dan sebagainya untuk menggambarkan bencana. Diksi yang dipilih Taufik Ismail dalam puisi ini pada umumnya memakai kata-kata yang lumrah digunakan dan mudah dipahami maknanya. Kesemuanya membuat puisi ini menjadi menarik sehingga pesannya juga lebih cepat diterima oleh pembaca.
  • Citraan (imagery)
Citraan dalam karya sastra berperan untuk menimbulkan pembayangan imajinatif bagi pembaca. Pada dasarnya citraan kata terefleksi melalui bahasa kias. Citraan kata meliputi penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, pikiran, perasaan, ide, dan setiap pengalaman indera istimewa. Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran), di samping alat kepuitisan yang lain. Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu disebut citraan . Imaji terbagi menjadi imaji penglihatan , imaji pendengaran , imaji raba dan sebagainya.  Imaji atau citraan yang terdapat dalam puisi Membaca Tanda-tanda antara lain :

1. Citra penglihatan
Imaji penglihatan adalah citraan yang timbul oleh penglihatan.  Imaji penglihatan dalam puisi ini terdapat dalam kutipan :
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya (bait ke-3)
Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru (bait ke-5)
Kita sasksikan
Gunung membawa abu
………………….. (bait ke-6)
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda (bait ke-7)
2. Citra pendengaran
Imaji pendengaran adalah citraan yang timbul oleh pendengaran. Imaji pendengaran dalam puisi ini terdapat dalam kutipan :
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari (bait ke-3, baris ke-3)
3. Citra perabaan
Imaji raba adalah citraan yang timbul oleh perabaan. Imaji perabaan dalam puisi ini terdapat dalam kutipan :
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita (bait ke-1)
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari (bait ke-10)
  • Kata-kata konkret
Kata-kata konkret tersebut sangat jelas menunjukan sikap tindakan baik dari penyair maupun dari pembaca. Kata-kata konkret tersebut bertujuan untuk menggambarkan unsur-unsur puisi secara tepat agar pembaca dapat merasakan keadaan yang dirasakan penyair.
  • Gaya Bahasa
Dalam karya sastra seperti puisi, untuk menimbulkan efek estetik atau efek kepuitisannya maka digunakanlah gaya bahasa.  Selain itu tujuan penyair menggunakan gaya bahasa dalam puisinya antara lain untuk menghasilkan kesenangan yang bersifat imajinatif, menghasilkan makna tambahan, agar dapat menambah konkrit sikap dan perasaan penyair dan agar makna yang diungkapkan lebih padat. Puisi Membaca Tanda-tanda  tidak memakai banyak ragam bahasa kiasan atau majas. Bahasa kiasan yang digunakan hanya seperti berikut.

1. Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan sesuatu. Hiperbola dalam puisi ini terdapat dalam kutipan:
Banjir air mata (bait ke-6, baris ke-8)
2. Perbandingan
Perbandingan atau perumpamaan, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lain. Dalam puisi Membaca Tanda-Tanda karya Taufik Ismail ini, memiliki perbandingan atau perumpamaan dalam sajaknya, yaitu sebagai berikut.
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya…..(baris ke-2)
Maksudnya:
Dalam sepenggal puisi tersebut menggambarkan/mengibaratkan kegelisahan hati pengarang akan terjadinya sesuatu bencana yang sangat besar, dimana manusia menyadari bencana itu hadir karena perbuatan kita sendiri dengan merusak alam. Yang dimana dari awalnya tak pernah kita rasakan, tapi lama kelamaan efeknya mulai kita rasakan.

3. Metafora
Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan biasanya. Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama. Pada sajak pertama puisi tersebut:
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita….
Maksudnya:
Bencana itu hadir bukan tanpa sebab, bencana datang karena ulah tangan manusia, dan “meluncur lewat sela-sela jari kita” ini maksudnya bencana itu dating tidak lepas dari perbuatan kita sendiri, kemudian akhirnya melanda didekat kita.

4. Allegori
Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Alegori ini banyak terdapat dalam sajak-sajak Pujangga Baru, namun pada waktu sekarang banyak juga dalam sajak Indonesia Modern.
Dalam sajak puisi tersebut:
….Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari….
Maksudnya:
Dalam puisi tersebut menyajikan dampak datangnya suatu bencana, sehingga berdampak pada alam sekitarnya.
  • Rima
Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi.  Rima disebut juga persajakan. Rima digunakan untuk mengolah bunyi pada puisi. Oleh karena itu penyair memilih diksi-diksi yang mempunyai persamaan bunyi. Pola rima pada puisi ini tidak teratur.  Misalnya saja pada bait pertama dan kedua bersajak (a-b), bait ketiga (a-a-b), bait keempat (a-b-b-b) dan seterusnya. Pada puisi Membaca Tanda-tanda, hanya terdapat rima luar, yaitu rima yang terdapat antar baris yang terletak di awal, tengah dan akhir.
10.    Ritme
Ritme adalah totalitas tinggi rendahnya suara, panjang pendek, dan cepat lambatnya suara saat membaca puisi. Ritme yang ditumbulkan melalui puisi tersebut adalah ritme lambat.

B. Unsur Ekstrinsik
  • Latar Belakang Penulis
Taufiq Ismail lahir di Bukit Tinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukit Tinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963.

  • Makna dalam Puisi
Puisi Membaca Tanda-Tanda karya Taufik Ismail ini apa bila kita baca secara detail, meiliki banyak makna yang terkandung. Dimana makna dalam puisi tersebut sangat kental terasa terhadap kondisi kehidupan kita saat ini, yaitu sebagai berikut:
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Makna dalam bait puisi tersebut yaitu kelalaian kita menjaga alam sekitar, sehingga bencana itupun muncul karena tangan-tangan nakal kita (manusia).
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya
Maknanya yaitu bencana itu tak pernah menunjukkan kedahsyatannya, tapi lama kelamaan bencana itu satu persatu muncul menghinggapi manusia.
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari

Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Maknanya yaitu pengarang berbagai bencana kini satu persatu timbul seperti, “….udara abu-abu warnya….”, kata-kata ini dimaksudkan karena polusi udara yang kian membutakan Bumi dan mengganggu pernapasan manusia. Air danau maupun sungai surut dan kering. Sehingga populasi hewan seperti burung-burung yang biasa berkicau dipagi hari.
Efek dari polusi udara yang mengakibatkan “Global Warming” tersebut yaitu hutan tidak memiliki ranting, ranting tidak memiliki daun, daun tidak memiliki dahan, dan pada akhirnya kita tidak memiliki hutan. Hanya gersanglah yang menghiasi bumi.
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Biskah kita membaca tanda-tanda?
Maknanya yaitu alam telah mengamuk, dari gunung berapi, longsor banjir telah menumpah kan air mata manusia. Tangisan manusia yang tak terhentikan akibat amukan alam tersebut.
Seribu tanda-tanda keganasan alam itu telah datang dan menimpa manusia, namun pertanyaan berbarengan kemudian. Apakah manusia mampu membaca tanda-tanda tersebut? Yang tentunya tanpa kita sadari, datang dengan tiba-tiba.
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah        
Ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca tanda-tanda

Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukanya
Maknanya yaitu, pada akhirnya hanya Tuhan yaitu Allah SWT yang mampu menentukan tanda-tanda tersebut. Manusia tentunya harus mampu membaca dengan teliti tanda-tanda tersebut, dimana manusia lalai dan lupa akan apa yang dititipkan-Nya. Sehingga Allah menghendaki terjadinya bencana itu, dari bencana gempa, banjir, hama tanaman. Disamping itu manusia meminta kearifan Tuhan Yang Maha Esa untuk mengetahui tanda-tanda, agar mereka lebih mengerti apa yang akan terjadi.
“…Allah…Ampuni dosa-dosa kami…” Pada akhirnya manusia hanya bisa menyesali dan meratapi dosanya, namun semuanya terlambat untuk disesali.
“….tapi kini kami mulai merindukannya” disisi lain, manusia (kita) pun merindukan kedaan alam yang asri, yang bebas dari polusi atau Global Warming. Merindukan keadaan alam yang aman dan nyaman.

SHARE TO »

7 Responses to "Analisis Puisi Membaca Tanda-Tanda Karya Taufik Ismail"

  1. maaf mungkin bisa diteliti lagi teks puisinya ada beberapa kalimat yang keliru..

    ReplyDelete
  2. Isi makna dari keseluruhan bait apa ya kak?

    ReplyDelete
  3. Diksi (Pemilihan Kata),Imaji,Kata Konkret,Gaya Bahasa (Majas),Rima, Tipografi,Tema,Rasa,Nada,dan Amanat dalam Puisi "Membaca Tanda-Tanda" kok gak ada???🤔🤨🤔🤨

    ReplyDelete

-berkomentarlah dengan baik sesuai topik
-menaruh link aktif dianggap spam