Panduan Cara Melaksanakan Zakat Maal

Zakat berarti penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan disyaratkan ketika dikeluarkan telah memenuhi haul (masa satu tahun) dan nishob (ukuran minimal dikenai kewajiban zakat). Zakat pun kadang dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan. Sedangkan muzakki adalah istilah untuk orang yang memiliki harta dan mengeluarkan zakatnya.

Hukum Zakat
Hukum zakat itu wajib berdasarkan dalil dari Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma’ (kata sepakat ulama).
Dalil yang menyatakan wajibnya di antaranya disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
 “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orangorang yang ruku’” (QS. Al Baqarah: 43).
Begitu pula dalam hadits ditunjukkan mengenai wajibnya melalui hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
Begitu juga dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan pada Mu’adz yang ingin berdakwah ke Yaman,
“… Jika mereka telah mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan menunaikan shalat ), maka ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas mereka di mana zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan kemudian disebar kembali oleh orang miskin di antara mereka.”
Akibat Enggan Menunaikan Zakat
Orang yang enggan menunaikan zakat dalam keadaan meyakini wajibnya dicap sebagai orang yang fasik dan akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
 “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”
Syarat Zakat
1. berkaitan dengan muzakki:(a)islam, dan
(b) merdeka.

2- berkaitan dengan harta yang dikeluarkan:
(a) harta tersebut dimiliki secara sempurna,
(b) harta tersebut adalah harta yang berkembang,
(c) harta tersebut telah mencapai nishob (kadar minimal suatu harta terkena zakat),
(d) telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun),
(e) harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Zakat Atsman (emas, perak dan mata uang)
Yang dimaksud atsman adalah emas, perak, dan mata uang yang berfungsi sebagai mata uang atau tolak ukur kekayaan.

Dalil wajibnya adalah hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, darikakeknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
 “Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.”

Nishob zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Sehingga nishob zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat) . Jika emas mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.

Besaran zakat emas adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya, emas telah mencapai 85 gram, maka besaran zakat adalah 85/40 = 2,125 gram. Jika timbangan emas adalah 100 gram, besaran zakat adalah 100/40 = 2,5 gram.

Nishob zakat perak adalah 200 dirham atau 5 uqiyah. Satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sehingga nishob zakat perak adalah 595 gram perak (murni). Jika perak telah mencapai nishob tersebut atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.

Besaran zakat perak adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya, 200 dirham, maka zakatnya adalah 200/40 = 5 dirham. Jika timbangan perak adalah 595 gram, maka zakatnya adalah 595/40 = 14,875 gram perak.

Adakah zakat pada perhiasan?
Perhiasan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
(1) perhiasan emas dan perak,
(2) perhiasan selain emas dan perak.

Para ulama berselisih pendapat mengenai apakah ada zakat pada perhiasan emas dan perak. Ada dua pendapat dalam masalah ini. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak ada zakat dalam perhiasan emas. Di antara dalil yang digunakan adalah,
 “Tidak ada zakat dalam perhiasan.”
Namun hadits ini adalah hadits yang batil jika disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang tepat, hadits ini hanyalah hadits mauquf, yaitu perkataan sahabat Jabir. Dan Ibnu ‘Umar juga memiliki perkataan yang sama, yaitu tidak ada zakat pada perhiasan.

Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa emas dan perak wajib dizakati ketika telah mencapai haul dan nishob, baik berupa perhiasan yang dikenakan, yang sekedar disimpan atau sebagai barang dagang. Dalil-dalil yang mendukung adanya zakat dalam perhiasan adalah sebagai berikut:
  • Dalil umum.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”
  • Dalil khusus.
Dari Amr bin Syu’aib dari bapak dari kakeknya, ia berkata, “Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah bersama anak wanitanya yang di tangannya terdapat dua gelang besar yang terbuat dari emas. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakatnya?” Dia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
“Apakah engkau senang kalau nantinya Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka.” Wanita itu pun melepas keduanya dan memberikannya kepada Rasulullah seraya berkata, “Keduanya untuk Allah dan Rasul Nya.”
Dari Abdullah bin Syadad bin Hadi, ia berkata,
“Kami masuk menemui Aisyah, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata, “Rasulullah masuk menemuiku lalu beliau melihat di tanganku beberapa cincin dari perak, lalu beliau bertanya, “Apakah ini wahai Aisyah?” Aku pun menjawab, “Saya memakainya demi berhias untukmu wahai Rasulullah.” Lalu beliau bertanya lagi, “Apakah sudah engkau keluarkan zakatnya?” “Belum”, jawabku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Cukuplah itu untuk memasukkanmu dalam api neraka.”
Dan beberapa atsar dari sahabat yang mendukung hal ini seperti atsar dari Ibnu Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash dan ‘Aisyah. Pendapat yang terkuat adalah tetap adanya zakat pada perhiasan. Inilah pendapat yang lebih hati-hati dan terlepas dari perselisihan yang kuat dalam hal ini. Juga ada dalil umum dan khusus yang mendukung hal ini. Adapun berbagai dalil yang dikemukakan oleh ulama yang tidak mewajibkan boleh jadi dari hadits yang lemah atau hanya perkataan sahabat. Padahal perkataan sahabat tidak bisa jadi hujjah (dalil pendukung) ketika bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits yang shahih.

Sama halnya dengan zakat emas dan perak, zakat perhiasan ini dikeluarkan setiap tahunnya saat haul (mencapai 1 tahun hijriyah) dan selama masih mencapai nishob. Besaran zakatnya adalah 2,5% atau 1/40.

Contoh perhitungan zakat perhiasan:
Kalung emas (murni) saat mencapai haul seberat 85 gram. Harga emas (murni) yang bukan kalung = Rp.500.000,-/gram x 85 gram = Rp.42.500.000,-. Namun harga emas setelah dibentuk menjadi kalung adalah Rp.60.000.000,-. Zakat kalung emas dihitung = 1/40 x Rp.60.000.000,- = Rp.1.500.000,-.

Adapun perhiasan selain emas dan perak seperti batu safir dan mutiara, tidak ada zakat berdasarkan kesepakatan para ulama karena tidak ada dalil yang mewajibkan hal ini. Dikecualikan jika perhiasan tadi dimaksudkan untuk diperdagangkan, maka akan terkena zakat jika telah memenuhi haul dan nishob sebagaimana akan diterangkan dalam zakat barang dagangan.

Zakat Mata Uang
Mata uang wajib dizakati karena fungsinya sebagai alat tukar sebagaimana emas dan perak yang ia gantikan fungsinya saat ini. Hukum mata uang ini pun sama dengan hukum emas dan perak karena kaedah yang telah makruf “al badl lahu hukmul mubdal” (pengganti memiliki hukum yang sama dengan yang digantikan).

Mata uang yang satu dan lainnya bisa saling digabungkan untuk menyempurnakan nishob karena masih dalam satu jenis walau ada berbagai macam mata uang dari berbagai negara.

Yang jadi patokan dalam nishob mata uang adalah nishob emas atau perak. Jika mencapai salah satu nishob dari keduanya, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, maka tidak ada zakat. Jika kita perhatikan yang paling sedikit nishobnya ketika ditukar ke mata uang adalah nishob perak.

Patokan nishob inilah yang lebih hati-hati dan lebih menyenangkan orang miskin. Besaran zakat mata uang adalah 2,5% atau 1/40 ketika telah mencapai haul.

Contoh perhitungan zakat mata uang:

Simpanan uang yang telah mencapai haul adalah Rp.10.000.000,-
Harga emas saat masuk haul = Rp.500.000,-/gram (perkiraan). Nishob emas = 85 gram x Rp.500.000,-/gram = Rp.42.500.000,-.

Harga perak saat masuk haul = Rp.5.000,-/gram (perkiraan). Nishob perak = 595 gram x Rp.5.000,-/gram = Rp.2.975.000,-.

Yang jadi patokan adalah nishob perak. Simpanan di atas telah mencapai nishob perak, maka besar zakat yang mesti dikeluarkan = 1/40 x Rp.10.000.000,- = Rp.250.000,-.

Zakat Barang Dagangan
Barang dagangan (‘urudhudh tijaroh) yang dimaksud di sini adalah yang diperjualbelikan untuk mencari untung.

Dalil akan wajibnya zakat perdagangan adalah firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267).
Imam Bukhari meletakkan Bab dalam kitab Zakat dalam kitab shahihnya, di mana beliau berkata,
“Bab: Zakat hasil usaha dan tijaroh (perdagangan)”, setelah itu beliau rahimahullah membawakan ayat di atas. Kata Ibnul ‘Arobi, “Yang dimaksud ‘hasil usaha kalian’ adalah perdagangan”.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Para ulama empat madzhab dan ulama lainnya -kecuali yang keliru dalam hal ini- berpendapat wajibnya zakat pada barang dagangan, baik pedagang adalah seorang yang bermukim atau musafir. Begitu pula tetap terkena kewajiban zakat walau si pedagang bertujuan dengan membeli barang ketika harga murah dan menjualnya kembali ketika harganya melonjak.”
Perhitungan zakat barang dagangan = nilai barang dagangan + uang dagang yang ada + piutang yang diharapkan – utang yang jatuh tempo.

Golongan Penerima Zakat
Golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 golongan sebagaimana telah disebutkan dalam ayat,
 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk (1) orang-orang fakir, (2) orang-orang miskin, (3) amil zakat, (4) para mu’allaf yang dibujuk hatinya, (5) untuk (memerdekakan) budak, (6) orang-orang yang terlilit utang, (7) untuk jalan Allah dan (8) untuk mereka yang sedang dalam perjalanan.” (QS. At Taubah: 60).

SHARE TO »

0 Response to " Panduan Cara Melaksanakan Zakat Maal"

Post a Comment

-berkomentarlah dengan baik sesuai topik
-menaruh link aktif dianggap spam