Analisis Puisi Sembahyang Rerumputan Karya Ahmadun Yosi Herfanda

Menganalisis puisi kontemporer karya dari "Ahmadun Yosi Herfanda" dengan puisi yang berjudul  "Sembahyang Rerumputan " sebagai berikut :
Sembahyang Rerumputan

Walau kau bungkam suara azan
Walau kau gusur rumah-rumah tuhan
Aku rumputan
Takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki
Wa mahyaaya wa mamaati
Lillahi rabbil’alamin

Topan menyapu luas padang
Tubuhku bergoyang-goyang
Tetapi tetap teguh dalam sembahyang
Akarku yang mengurat di bumi
Tak berhenti mengucap shalawat nabi

Sembahyangku sembahyang rumputan
Sembahyang penyerahan jiwa dan badan
Yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
Sembahyang ku sembahyang rumputan
Sembahyang penyerahan habis-habisan

Walau kautebang aku
Akan tumbuh sebagai rumput baru
Walau kau bakar daun-daunku
Akan bersemi melebihi dulu

Aku rumputan
Kekasih tuhan
Di kota-kota disingkirkan
Alam memeliharaku subur di hutan

Aku rumputan
Tak pernah lupa sembahyang
: sesungguhnya shalatku dan ibadahku
Hidupku dan matiku hayalah bagi allah sekalian alam

Pada kambing dan kerbau
Daun-daun hijau kupersembahkan
Pada tanah akar kupertahankan
Agar tak kehilangan asal keberadaan
Di bumi terendah aku berada
Tapi zikirku menggema
Menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illallah
Muhammadar rasulullah

Aku rumputan
Kekasih tuhan
Seluruh gerakku
Adalah sembahyang

A. Unsur Intrinsik

  • Diksi
Dalam puisi karya Ahmadun Yosi Herfanda ini diksi atau pilihan kata dari setiap bait puisi yang digunakan mudah di pahami maknanya, misalnya kata “aku rerumputan” kata ini memiliki arti bahwa rerumputan diartikan sebagai manusia.
  • Majas
  1. majas metafora yaitu, gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung tanpa menggunakan kata-kata pembanding. Majas tersebut dibuktikan pada bait “aku rerumputan” yang dibangun darikata-kata aku dan rerumputan. . Kata ”aku” berarti orang pertama atau tunggal. Secara sistematis kata “aku” tersebut membeyangkan adanya seseorang baik laki-laki ataupun perempuan, sebagai kata ganti atau sebutan orang pertama tunggal, dan jelas menunjukkan adanya manusia.
  2. Majas personifikasi yaitu, gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Majas tersebut terdapat dalam bait “topan menyapu luas padang”, kalimat tersebut mengartikan seolah-olah angin sebagai benda mati dapat menyapu halaman yang luas.
  • Citraan
  1. Citraan Penglihatan yaitu, citraan yang dapat dilihat oleh mata manusia pada umumnya, terdapat pada bait “Topan menyapu luas padang.”
  2. Citraan pendengaran yaitu, citraan yang dapat di dengar, terdapat pada bait “Tapi zikirku menggema.”
  3. Citraan perasaan yaitu, citraan yang dapat dirasakan, terdapat pada bait “Yang rindu berbaring di pangkuan tuhan”
  • Amanat
Janganlah goyah dalam mengerjakan ibadah shalat walaupun sedang tertimpa suatu cobaan atau musibah.
  • Nada
Nada yang tepat untuk membacakan puisi tersebut adalah nada tenang dan khusyuk.
  • Perasaan
Perasaan yang tergambar dalam puisi tersebut adalah menenangkan.
  • Tema
Ketaatan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.


B. Unsur Ekstrinsik

  • Biografi Pengarang
AHMADUN YOSI HERFANDA, lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958.Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999-2002). Tahun 2003, bersama Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, mendirikan Creative Writing Institute (CWI).

Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan (kini) anggota Mejelis Penulis Forum Lingkar Pena (FLP). Tahun 2007 terpilihmenjadi ketua umum Komunitas Cerpenis Indonesia (periode 2007-2010), tahun 2008 terpilih sebagai presiden (ketua umum) Komunitas Sastra Indonesia (KSI), sejak 1993 sampai 2009 menjadi redaktur sastra Republika, dan tahun 2010 menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Sejak 2007 ia juga menjadi “tutor tamu” untuk apresiasi dan pengajaran sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) RI, dan sejak 2009 menjadi direktur Jakarta Publishing House, serta mengajar sastra dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi. Selain itu, ia juga sering menjadi ketua dan anggota dewan juri berbagai sayembara penulisan dan baca puisi tingkat nasional.

Selain menulis puisi, Ahmadun banyak menulis cerpen dan esei, serta buku biografi tokoh, buku wisata, dan company profile.Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antara lain, Horison, Ulumul Qur’an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antaologi puisi Secreets Need Words (Harry Aveling, ed, Ohio University, USA, 2001), Waves of Wonder (Heather Leah Huddleston, ed, The International Library of Poetry, Maryland, USA, 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (London, Ingris, November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Comite of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).

Beberapa kali sajak-sajak Ahmadun dibahas dalam Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Tahun 2008 meraih Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa Depdiknas atas buku kumpulan sajaknya yang berjudul Ciuman Pertama untuk Tuhan (Logung Pustaka, 2004).
Sebagai sastrawan dan jurnalis, Ahmadun sering diundang untuk menjadi pembicara dan membaca puisi dalam berbagai seminar serta iven sastra nasional maupun internasional. Tahun 1998 ia diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam Festival Kesenian Perak di Ipoh, Malaysia. Tahun 1997 ia menjadi pembicara dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) IX Padang. Tahun 1999,ia mengikuti PSN X di Johor Baharu, Malaysia, dan menjadi pembicara pada Pertemuan Sastrawan Muda Nusantara Pra-PSN di Malaka. Tahun 2002 ia menjadi pembicara dan membacakan sajak-sajaknya dalam festival kesenian Islam di Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir.

Kemudian, pada Agustus 2003 Ahmadun diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam simposium penyair The International Society of Poets di New York, AS.September 2004 menjadi pembicara dalam PSN XIII di Surabaya. Mei 2007 menjadi pembicara dalam Pesta Penyair Indonesia 2007, Sempena The 1st Medan International PoetryGathering, Taman Budaya Sumatera Utara, Medan. Oktober 2005 dan Oktober 2007 menjadi pembicara dan Kongres Cerpen Indonesia (KCI) IV di Pekanbaru, dan KCI V di Banjarmasin. Januari 2008 menjadi pembicara dan ketua sidang pada Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kudus.November 2009 menjadi pembicara dan membacakan sajak dalam Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) III di Kualalumpur, Malaysia.
Buku-buku Ahmadun yang telah terbit adalah Sang Matahari (puisi, Nusa Indah, Ende, 1984), Sajak Penari (puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, Yogyakarta, 1991), Fragmen-FragmenKekalahan (puisi, Penerbit Angkasa, Bandung, 1996), Sembahyang Rumputan (puisi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996), Sebelum Tertawa Dilarang (cerpen, Balai Pustaka, Jakarta, 1997), Ciuman Pertama Untuk Tuhan (puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004), Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (cerpen, Being Publishing, 2004), Badai Laut Biru (cerpen, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004), dan TheWorshippingGrass (puisi dwi bahasa, Bening Publishing, Jakarta, 2005).

  • Nilai-nilai
  1. Nilai agama, sudah jelas dalam puisi tersebut mempunyai nilai agama yang sangat kental dan kuat, puisi tersebut mengajarkan tentang ketaatan kita sebagai manusia dalam mengerjakan kewajiban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa terutama dalam mendirikan ibadah shalat, dan tetap sabar walaupun mendapat suatu cobaan.
  2. Nilai moral, dalam puisi tersebut mengajarkan tentang bagaimana seharusnya kita bersikap dan berperilaku yang baik dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
  • Makna Puisi
  1. Kata “Sembahyang” memiliki arti menyembah, memuja, yaitu hubungan antara manusia sebagai ciptaan dan penciptanya melalui sebuah ibadah langsung dengan sang khalik.
  2. Kata “walau” memiliki arti meski,meskipun, kata ini menyatakan sebuah perbandingan.
  3. Kata “tuhan” memiliki arti suatu yang dipuja, disembah oleh manusia.
  4. Kata “aku rerumputan” kata tersebut menggambarkan manusia yang digambarkan denan rerumputan. Kalimat dalam judul sajak tersebut selalu diulang-ulang kembali dalam beberapa lariknya, perulangan kalimat tersebut berfungsi sebagai penegas pengertian makna hubungan kedekatan antara manusia dengan tuhannya.”Aku Rerumputan” merupakan majas metafora yang dibangun darikata-kata aku dan rerumputan. Kata ”aku” berarti orang pertama atau tunggal. Secara sistematis kata “aku” tersebut membeyangkan adanya seseorang baik laki-laki ataupun perempuan, sebagai kata ganti atau sebutan orang pertama tunggal, dan jelas menunjukkan adanya manusia.
  5. Kata “inna shalati a nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil’alamin” kata tersebut menerangkan sesungguhnya kesungguhan atau keikhlasan seorang manusia menjalani ibadahnya, yaitu sembahyang seperti yang sudah dijelaskan di atas dan menyerahkan apa yang akan terjadi di dalam kehidupannya kepada tuhannya.
  6. Kata “topan menyapu luas padang” kalimat tersebut memiliki arti angin yang teramat kencang dan bisa meluluhlantahkan segala yang ada dihadapannya, sedangkan kata luas padang berarti tanah yang sangat luas.
  7. Kata “tubuhku bergoyang-goyang” kalimat tersebut berarti manusia selalu bergerak dan mengalami ujian atau cobaan dalam hidupnya.
  8. Kata “tetapi tetap teguh dalam sembahyang” kalimat tersebut mangartikan seseorang yang selalu taat beribadah meskipun cobaan selalu datang.
  9. Kata “akarku mengurat di bumi” memiliki arti seorang manusia yang punya keteguhan hati yang sangat kuat dan keteguhan itu bagaikan akar yang menancap di bumi.
  10. Kata “aku rerumputan kekasih tuhan” memiliki arti yaitu, manusia yang secara metaforis membayangkan hubungan antara aku (manusia) dengan tuhannya.
  11. Kata “di kota-kota disingkirkan, alam memeliharaku subur di hutan” kesan heterogenitas dan keterpecahan heuristik dalam puisi ini semakin kuat terlihat, “di kota-kota disingkirkan” memiliki arti terbuang, frase kalimat tersebut menggambarkan seseorang yang keberadaannya terbuang oleh hirup likup keramaian. Sedangkan kalimat “alam memeliharaku subur di hutan” tidak diketahui hubungan dengan frasa “di kota-kota disingkirkan”.
SHARE TO »

1 Response to "Analisis Puisi Sembahyang Rerumputan Karya Ahmadun Yosi Herfanda"

-berkomentarlah dengan baik sesuai topik
-menaruh link aktif dianggap spam