Puisi :
Si Toni Berdebat Mengenai Sistem Mnegemis Antri 20.000 Kilometer Atau Tengkurep Digorok Upeti
Si Toni I berdiri di depan cermin merenungi identitas diri
Si Toni II berdiri di depan cermin merenungi identitas diri
Wajah peminjam dengan sikap jiwa peminta-minta
Atau gabungan sedikit banyak dari keduanya
Mereka, muda-muda, tak suka itu semuanya
Tapi cermin ini berterus terang juga
Si Toni I tak percaya dengan cara yang lama
Setiap peminjam bocor di jalan sepertiga
Daripada menambah kaya mereka yang bertengger di atap negara
Kini dia kerahkan orang-orang berjuta antri
Dari lapangan monas ini menuju nineteenth street di Di-Si
Tempat Ai-Em-Ef dan word Bank berkantor di dua sisi
Dua puluh ribu kilometer jaraknya dari sini
Dua ratus juta orang antri bersama jalan kaki
Menyeberang pasifik sudah dibikinkan jembatannya
Kalau satu menit satu orang dilayani di loket sana
Tiga ratus delapan puluh tahun bisa selesai urusan semua
Bersih tanpa potongan pinjaman sampai ke kocek keluarga
Si Toni II tak setuju dengan cara kolosal radikal begini
Dua ratus juta orang bila sama-sama bergerak antri
Panjangnya itu satu seperempat keliling bumi
Bagaimana dengan logistik perjalanan begitu lama
Itu harus dipikirkan oleh 76 presiden indonesia
Yang mati dan lahir di jalan sangat repot mengurusnya
Sudahlah tekanan perasaan, tutup mata pada kebocoran
Berapa dulu ditilep, sepuluh persen?
Bisa jadi dua puluh, bahkan kalau diperas terus
Paksa saja rakyat tengkurap sampai tiga puluh
Picing mata tuliskan laporan yang tertutup transparan
Sangkal secara meyakinkan mana ada kebocoran
Sumbang yayasan-yayasan ini dan itu
Beri upeti semua yang dirasa perlu
Sebuah orde bisa berangkat, sebuah orde boleh mendarat
Tapi ‘kan birokrasi itu juga tetap masih jadi aparat
Jadi urusan yang identik sama masih jadi hakikat
Maka lihat si Toni I dan si Toni II tak habis berdebat
Alternatif satu dan alternatif dua pilih yang sama
Karena alot dan panasnya diskusi jadi mampat
Dan belum sampai juga pada kesimpulan bagaimana.
Analisis puisi :
A. UnsurIntrinsik- Diksi
Kata yang memiliki makna ungkapan seperti yang terdapat pada baris ketiga bait keempat yaitu “daripada menambah kaya mereka yang bertengger di atap negara” pada kata atap tidak sama maknanya dengan atap yang semestinya. Atap pada kalimat ini berarti perlundungan hukum dan yang mendapat perlindungan hukum adalah mereka yang berarti orang-orang yang memiliki kekuasaan
- Citraan / Imaji
Pada bait yang kelima pengarang mengajak pembaca untuk sama-sama berpikir masalah yang sedang dihadapi dua orang yang sedang berdiskusi dan berusaha mengajak pembaca untuk menemukan jalan keluarnya walaupun dalam diskusi tersebut belum di temukan jalan keluarnya.
Pengarang juaga menggunakan imaji penglihatan seperti yang terdapat pada bait ketiga baris ke 7, ketika membaca pada baris ini maka pembaca seakan-akan melihat dan ikut merasakan suasana antri yang panjangnya sampai 20.000 kilometer, ini membuat puisi ini lebih menarik untuk dibaca
- Majas
Sinisme terdapat pada larik ketiga baris ketiga pada bagian ini penggarang menggunakan kata “bertengger di atap negara” yang merupakan sindiran kepada para penguasa negeri ini yang hanya berlindung dalam jabatan dan kekuasaan tanpa menghiraukan masyarakat kecil yang mereka dirugikan akibat perbuatan mereka. Mereka juga hanya menjadi orang yang kebal hukum akibat dari jabatan dan kekuasaan tersebut.
Metonimia merupakan majas yang menggunakan nama ciri atau nama yang ditautkan dengan barang atau sebagainya. Pada puisi ini salah satu bagian yang mengandung majas metonimia adalah yang terdapat pada larik kelima bait ke empat. Disitu terdapat “itu harus dipikirkan oleh 76 presiden Indonesia” kata presiden Indonesia adalah orang yang paling berpengaruh dalam negara ini dan pengarang menggunakan nama jabatan yaitu presiden itulah alasan mengapa pada bagian ini mengandung majas metonimia.
Simile adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda namun di anggap memiliki segi yang serupa. Simile yang terdapat pada puisi ini yakni seperti yang terdapat pada bait pertama baris pertama dan kedua, yakni ada dua orang yang melakukan hal yang sama. Kemudian pada baris ketiga dan keempat penggarang menggunakan kata yang berbeda namun pada dasarnya tetap sama
- Tipografi
- Pada bait pertama, baris pertama dan kedua pengarang menggunakan susunan kata yang sama hanya berbeda pada kata I dan II ini menunjukan adanya dua orang yangg berbeda.
- Pada bait kedua kata-kata yang ditampilkan adalah kesimpulan dari bait yang pertama.
- Pada bait ketiga dan keempat adalah pendapat dari masing-masing orang yang dalam hal ini pengarang menggunakan nama Toni sebagai orang yang berpikir dan berdebat dalam diskusi dalam yang terdapat dalam puisi ini.
- Tema
- Rasa
- Nada
Nada mencemooh digambarkan pengarang pada bait pertama. Pengarang menggunakan imaji penglihatan yang merujuk pada dua orang yang sedang berdiri di depan cermin dan merenungi diri mereka sendiri. Membandingkannya dengan orang pertama dan orang kedua yang memiliki latar belakang yang sama namun cara berfikir yang berbeda. Pada bait ini nada mencemooh sanggat terlihat ketika membaca puisi ini pada baris ke-3 dan 4. Pada baris ini pengarang menunjukan kekurangan dan kelemahan kedua orang ini yaitu dua orang yang hanya mengharapkan belas kasih dari orang lain.
Nada protes, sangat menonjol pada bait keempat dan kelima. Pada bait ini pengarang menuliskan pendapat dan pemikiran dua orang yang berbeda namun tetap dalam satu maksud dan tujuan yaitu tidak setuju dengan beberapa kebijakan pemerintah yang seakan-akan terus menyensarakan rakyat, tidak ada jalan keluar, hanya memberikan sedikit sumbangan tetapi sumbangan itu hanya menutupi kesalahan yang di buat oleh pemerintah itu sendiri. Inilah yang menjadi perdebatan kedua orang yang yang terdapat dalam bait ketiga dan keempat dengan menggunakan nada protes.
Nada kecewa terdapat dalam bait yang terakhir yaitu bait yang kelima. Pada bagian ini pengarang menggunakan nada kecewa karena dalam pembicaraan dua orang yang mendiskusikan masalah yang terdapat dalam negeri ini kedua orang ini tidak mendapat kesimpulan akan pembicaraan keduanya, makanya pengarang dengan nada kecewa mengungkapkan kejadian ini
- Kata Nyata / Kongkret
Selain memancing adanya imaji pemikiran, imaji penglihatan juga dapat timbul pada puisi ini seperti yang terdapat pada larik yang kedua bait pertama. Pada bagian ini penyair menggunakan kata-kata bisa memancing adanya imaji penglihatan
- Verifikasi / Rima
Pada bait pertama baris pertama sampai akhir dominan adalah bunyi a. Pada bagian ini pula pengarang menonjolkan ke miripan makna dibaris yang pertama dan kedua, juga dibaris yang ketiga dan empat. Sedangkan pada baris yang kelima tampil dengan berbeda namun tetap berbunyi akhir a. Kemudian pada bait yang ketiga dominan adalah bunyi a baik diawal dan di akhir.
Pada bait yang ketiga yang dominan pada awal dan pertengahan larik digunakan bunyi konsonan sedangkan pada akhir larik semuanya menggunakan bunyi vokal.
Pada bait yang keempat hal menarik untuk dibahas adalah pada baris ke 15 sampai pada akhir baris karena pada baris ke 15 bunyi konsonan terdapat pada tengah dan akhir, bunyi konsonan itu adalah t dan bunyi yang sama juga terdpat pada baris ke 16 dan 17 pada akhir baris dan ini membuat puisi menjadi lebih menarik untuk dibaca.
- Amanat
B. Unsur Ekstrinsik
- Biografi Pengarang
Masa kecil Taufiq Ismail lebih banyak dihabiskan di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo, lalu pindah ke Semarang, Salatiga dan menamatkan sekolah rakyatnya di Yogyakarta. Ia melanjutkan SMP di bukit tinggi dan SMA di Bogor. Selesai SMA, ia mendapatkan beasiswa American Field International School untuk bersekolah di Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS. Ia merupakan angkatan pertama dari Indonesia. Kemudian ia melanjutkan sekolah di di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan UI yang sekarang menjadi IPB. Setelah tamat ia mengikuti , International Writing Program, University of Jowa, Iowa City, Amreika Serikat. Ia juga belajar di Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir. Namun karena pecah perang, maka ia pulang sebelum studinya selesai.
Taufiq Ismail bermimpi menjadi seorang sastrawan saat masih SMA. Saat itu ia mulai menulis beberapa puisi yang mulai dimuat di majalah majalah. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga yang suka membaca, sehinga ia mulai suka membaca sjak kecil Hobinya membaca semakin terpuaskan sejak ia menjadi penjaga perpustakaan di perpustakaan Pelajar Islam Indonesia Pekalongan.
Minatnya dalam dunia sasta mulai tumbuh sasat ia sekolah di SMA Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS berkat program beasiswa pertukaran pelajar. Di sana, ia mulai mengenal karya sastra asing.
Taufiq Ismail bersama sastrawan sstrawan lainnya berhasil mengenalkan sastra ke sekolah0sekolah dengan program “Siswa Bertanya, Sastrawan Menjawab’. Program itu disponsori oleh Yayasan Indonesia dan Ford Foundation.
Karya Taufiq Ismail diantaranya ialah buku kumpulan puisi yang salah satunya berjudul Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al) juga Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998).
Ia juga sempat meraih penghargaan, yaitu American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat dan Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970; dan – SEA Write Award (1997)
- Nilai-nilai
Dalam kajian karya sastra khususnya kajian pada puisi terdapat beberapa pendekatan. Pada kali ini penulis akan melakukan pengkajian puisi menggunakan pendekatan sosial. Berikut ini adalah pendekatan sosial pada puisi yang berjudul “ Si Toni Berdebat Mengenai Sistem Mengemis Antri 20.000 Kilometer Atau Tengkurap Digorok Upeti” karya Taufik Ismail :
- Puisi ini adalah puisi yang mengangkat masalah yang ada di masyarakat. Masalah-masalah seperti ini masih menjadi masalah yang sangat besar dimasa Taufik Ismail masih muda yakni sekitar tahun 70 an, bahkan sampai sekarang. Pada masanya Taufik Ismail banyak mendapati orang-orang yang hanya mengharapkan belas kasih dari orang lain, misalnya bantuan-bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh pemerinah maupun lembaga-lembaga nonkepemerintahan. Hal ini yang mungkin membuat ia terinspirasi untuk membuat puisi yang bertemakan protes kepada pemerintah karena tidak dapat mensejahterakan masyarakatnya.
- Taufik Ismail dikenal dengan orang yang memiliki pemikiran kritis. Tidak hanya pintar melihat situasi yang ada di dalam kehidupan pribadinya, namun ia juga di kenal juga ikut dalam beberapa organisasi kemasyarakatan. Hal inilah mungkin yang membuat puisi-puisi terkenal dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dalam masyarakat. Dalam puisi ini digambarkan bahwa masyarakat yang banyak mengeluh tanpa adanya usaha yang lebih untuk merubah nasibnya juga para pemegang kekuasaan yang hanya selalu berdebat tanpa bisa menyelesainan masalah yang sedang terjadi di masyarakat.
Nilai pendidikan yang dapat diambil dalam puisi ini adalah:
- Kita dituntut untuk turut ikut berpartisipsi dalam merubah cara berpikir masyarakat khususnya dalam hal ketergantungan pada hasil pemberian orang lain.
- Dalam puisi ini juga terdapat nilai pendidikan bahwa menjadi seorang peminta-minta itu hanya akan membuat diri sendiri sensara. Memang tidak mudah untuk merubah nasib, namun semua perubahan yang ada itu hanya diri kita sendiri yang menentukan.
- Puisi ini juga menitipkan nilai pelajaran kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan bahwa dalam menyelesaikan masalah jangan hanya terus berdebat tanpa ada jalan keluar dalam suatu masalah apalagi masalah yang menyangkut orang banyak.
0 Response to "Analisis Puisi Si Toni Berdebat Mengenai Sistem Mnegemis Antri 20.000 Kilometer Atau Tengkurep Digorok Upeti Karya Taufiq Ismail"
Post a Comment
-berkomentarlah dengan baik sesuai topik
-menaruh link aktif dianggap spam